1.
PENGERTIAN
PROFESIONALSME
Profesionalisme merupakan suatu tingkah laku,
suatu tujuan atau suatu rangkaian kwalitas yang menandai atau melukiskan
coraknya suatu “profesi”. Profesionalisme mengandung pula pengertian
menjalankan suatu profesi untuk keuntungan atau
sebagai sumber penghidupan. Disamping istilah profesionalisme, ada istilah yaitu profesi. Profesi sering kita artikan dengan “pekerjaan” atau “job” kita sehari-hari. Tetapi dalam kata profession yang berasal dari perbendaharaan Angglo Saxon tidak hanya terkandung pengertian “pekerjaan” saja. Profesi mengharuskan tidak hanya pengetahuan dan keahlian khusus melalui persiapan dan latihan, tetapi dalam arti “profession” terpaku juga suatu “panggilan”. Dengan begitu, maka arti “profession” mengandung dua unsur. Pertama unsure keahlian dan kedua unsur panggilan. Sehingga seorang “profesional” harus memadukan dalam diri pribadinya kecakapan teknik yang diperlukan untuk menjalankan pekerjaannya, dan juga kematangan etik. Penguasaan teknik saja tidak membuat seseorang menjadi “profesional”. Kedua-duanya harus menyatu.
sebagai sumber penghidupan. Disamping istilah profesionalisme, ada istilah yaitu profesi. Profesi sering kita artikan dengan “pekerjaan” atau “job” kita sehari-hari. Tetapi dalam kata profession yang berasal dari perbendaharaan Angglo Saxon tidak hanya terkandung pengertian “pekerjaan” saja. Profesi mengharuskan tidak hanya pengetahuan dan keahlian khusus melalui persiapan dan latihan, tetapi dalam arti “profession” terpaku juga suatu “panggilan”. Dengan begitu, maka arti “profession” mengandung dua unsur. Pertama unsure keahlian dan kedua unsur panggilan. Sehingga seorang “profesional” harus memadukan dalam diri pribadinya kecakapan teknik yang diperlukan untuk menjalankan pekerjaannya, dan juga kematangan etik. Penguasaan teknik saja tidak membuat seseorang menjadi “profesional”. Kedua-duanya harus menyatu.
2. CIRI-CIRI PROFESIONALISME
Di bawah ini dikemukakan beberapa ciri profesionalisme :
1. Profesionalisme menghendaki sifat mengejar kesempurnaan hasil (perfect result), sehingga kita di tuntut untuk selalu mencari peningkatan mutu.
2. Profesionalisme memerlukan kesungguhan dan ketelitian kerja yang hanya dapat diperoleh melalui pengalaman dan kebiasaan.
3. Profesionalisme menuntut ketekunan dan ketabahan, yaitu sifat tidak mudah puas atau putus asa sampai hasil tercapai.
4. Profesionalisme memerlukan integritas tinggi yang tidak tergoyahkan oleh “keadaan terpaksa” atau godaan iman seperti harta dan kenikmatan hidup.
5. Profesionalisme memerlukan adanya kebulatan fikiran dan perbuatan, sehingga terjaga efektivitas kerja yang tinggi.
Ciri di atas menunjukkan bahwa tidaklah mudah
menjadi seorang pelaksana profesi yang profesional, harus ada kriteria-kriteria
tertentu yang mendasarinya. Lebih jelas lagi bahwa seorang yang dikatakan
profesional adalah mereka yang sangat kompeten atau memiliki
kompetensikompetensi tertentu yang mendasari kinerjanya.
3. KODE ETIK PROFESIONALISME
Kode yaitu
tanda-tanda atau simbol-simbol yang berupa kata-kata, tulisan atau benda yang
disepakati untuk maksud-maksud tertentu, misalnya untuk menjamin suatu berita,
keputusan atau suatu kesepakatan suatu organisasi. Kode juga dapat berarti
kumpulan peraturan yang sistematis. Kode etik yaitu
norma atau azas yang diterima oleh suatu kelompok tertentu sebagai landasan
tingkah laku sehari-hari di masyarakat maupun di tempat kerja.
MENURUT UU NO. 8 (POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN)
MENURUT UU NO. 8 (POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN)
Kode etik profesi
adalah pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam melaksanakan tugas dan
dalam kehidupan sehari-hari. Kode etik profesi sebetulnya tidak merupakan hal
yang baru. Sudah lama diusahakan untuk mengatur tingkah laku moral suatu
kelompok khusus dalam masyarakat melalui ketentuan-ketentuan tertulis yang
diharapkan akan dipegang teguh oleh seluruh kelompok itu. Salah satu contoh
tertua adalah SUMPAH HIPOKRATES yang dipandang sebagai kode etik pertama untuk
profesi dokter.
Kode etik bisa
dilihat sebagai produk dari etika terapan, seban dihasilkan berkat penerapan
pemikiran etis atas suatu wilayah tertentu, yaitu profesi. Tetapi setelah kode
etik ada, pemikiran etis tidak berhenti. Kode etik tidak menggantikan pemikiran
etis, tapi sebaliknya selalu didampingi refleksi etis. Supaya kode etik dapat
berfungsi dengan semestinya, salah satu syarat mutlak adalah bahwa kode etik
itu dibuat oleh profesi sendiri. Kode etik tidak akan efektif kalau di drop
begitu saja dari atas yaitu instansi pemerintah atau instansi-instansi lain;
karena tidak akan dijiwai oleh cita-cita dan nilai-nilai yang hidup dalam
kalangan profesi itu sendiri.
Instansi dari luar
bisa menganjurkan membuat kode etik dan barang kali dapat juga membantu dalam
merumuskan, tetapi pembuatan kode etik itu sendiri harus
dilakukan oleh profesi yang bersangkutan. Supaya dapat berfungsi dengan baik, kode
etik itu sendiri harus menjadi hasil SELF REGULATION (pengaturan diri) dari
profesi.
dilakukan oleh profesi yang bersangkutan. Supaya dapat berfungsi dengan baik, kode
etik itu sendiri harus menjadi hasil SELF REGULATION (pengaturan diri) dari
profesi.
4.
KODE ETIK INSINYUR
INDONESIA DAN PELANGGARANNYA
Persatuan Insinyur Indonesia (PII)
adalah organisasi yang berdiri sejak Tahun 1952 didirikan oleh Bapak Ir.
Djuanda Kartawidjaja dan Bapak Ir. Rooseno Soeryohadikoesoemo di Bandung,
merupakan organisasi profesi tertua kedua di Indonesia setelah Ikatan
Dokter Indonesia (IDI). Dalam sejarahnya PII telah banyak menelurkan
cendekiawan-cendekiawan dan profesional-profesional yang memegang peranan
penting di tanah air kita dalam beberapa dekade ini. PII di dalam
menjalankan proses kaderisasi insinyur melalui continuous development program (CPD)yang isi
programnya selain berisikan pengetahuan keinsinyuran (sains dan teknologi) juga
menitikberatkan pada pengenalan dan pemantapan pembahasan mengenai ‘etika
profesi Insinyur’. Sarjana Teknik diharapkan setelah menjadi
Anggota PII diwajibkan memegang teguh etika profesi keinsinyuran yang
dituliskan dalam Kode Etik Insinyur Indonesia, Catur Karsa Sapta Dharma Insinyur Indonesia*.
Catur karsa adalah 4 prinsip
dasar yang wajib dimiliki oleh Insinyur Indonesia antara lain: (1) mengutamakan
keluhuran budi, (2) menggunakan pengetahuan dan kemampuannya untuk
kepentingan kesejahteraan umat manusia, (3) bekerja secara sungguh-sungguh
untuk kepentingan masyarakat sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya dan
(4) meningkatkan kompetensi dan martabat berdasarkan keahlian profesional
keinsinyuran. Saya membaca 4 prinsip dasar ini menyimpulkan Insinyur
Indonesia dituntut menjadi insan yang memiliki integritas (budi pekerti
luhur) dan semata-mata bekerja mendahulukan kepentingan masyarakat dan umat
manusia dari kepentingan pribadi dengan senantiasa mengembangkan kompetensi dan
keahlian engineeringnya.
Sapta Dharma adalah 7 tuntunan sikap
dan perilaku Insinyur yang merupakan pengejawantahan dari catur karsa tadi
antara lain: (1) mengutamakan keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan
masyarakat, (2) bekerja sesuai dengan kompetensinya, (3) hanya menyatakan
pendapat yang dapat dipertanggungjawabkan, (4) menghindari pertentangan kepentingan
dalam tanggung jawab tugasnya, (5) membangun reputasi profesi berdasarkan
kemampuan masing-masing, (6) memegang teguh kehormatan dan martabat profesi dan
(7) mengembangkan kemampuan profesional. Apabila kita baca lagi lebih seksama,
sapta dharma substansinya adalah sama dan seiring dengan catur karsa,
bahwa Insinyur Indonesia dituntut untuk memegang teguh etika dan
integritas di dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya di mana pun dia
bekerja sehingga dia bisa tetap mempertahankan reputasi profesinya dari waktu
ke waktu. Substansi utama kode etik Insinyur menurut saya tidak lain
adalah etika
dan integritas. Apa pun yang Insinyur lakukan entah itu dalam
rangka pengembangan kompetensi keinsinyuran atau pun dalam
rangka membangun hasil karya keinsinyuran tetap saja selalu mengacu
pada prinsip etika dan integritas.
Penulis lebih dalam lagi mengupas
salah satu tuntunan sikap dan perilaku Insinyur yakni membangun reputasi
profesi berdasarkan kemampuan masing-masing. Beberapa uraian dari sikap dan
perilaku ini adalah antara lain: memprakarsai pemberantasan
praktek-praktek kecurangan dan penipuan; tidak menawarkan, memberi, meminta
atau menerima segala macam bentuk perlakuan yang menyalahi ketentuan dan
prosedur yang berlaku, baik dalam rangka mendapatkan kontrak atau untuk
mempengaruhi proses evaluasi penyelesaian pekerjaan. Dua uraian ini
memaparkan betapa perlunya seorang Insinyur di dalam menjalankan
praktek-praktek keinsinyuran mengikuti etika dan aturan hukum yang
berlaku, on how the engineers should act. Insinyur
dituntut untuk tidak tergoda dengan segala bentuk penyuapan atau gratifikasi
atau bribe dalam
istilah Inggris. Bahkan Insinyur dituntut untuk memkampanyekan anti-kecurangan,
anti-penipuan termasuk anti-penyuapan dan berbagai bentuk
korupsi dalam ruang lingkup organisasi di mana dia
berada, ruang lingkup masyarakat, bangsa dan negara bahkan dalam
ruang lingkup proyek-proyek internasional yang melibatkan banyak negara.
Kode etik profesi keinsinyuran yang dikeluarkan oleh
Persatuan Insinyur Indonesia adalah sangat relevan dengan cita-cita
Pancasila dan UUD 1945, seiring sejalan dengan program-program yang dicanangkan
oleh lembaga -lembaga anti-korupsi di dalam mengurangi bahkan memberantas
praktek-praktek korupsi di bumi nusantara. Korupsi, suap dan segala bentuk
lainnya bukan hanya mengganggu keberlanjutan pembangunan nasional Indonesia tetapi
juga bisa menjadi contoh buruk dan tidak terpuji yang akan kita
tularkan ke generasi penerus selanjutnya, sehingga menjadi tugas kita
bersama, korupsi dan segala bentuknya ini harus diberantas dan
dibumihanguskan dari tanah air tercinta. Kode etik Insinyur ini memang
hanya berlaku untuk Insinyur Indonesia saja tetapi apabila semua anggota
Persatuan Insinyur Indonesia (PII) yang selanjutnya diberi gelar sebagai
Insinyur bisa memberikan keteladanan kepada profesi-profesi lainnya di
Indonesia saya yakin ini bisa menjadi preseden positif di dalam menggiring
bangsa ini menuju bangsa yang lebih sejahtera dan bermartabat.